Friday, October 4, 2013
Informasi dari Garrick Wirawan
 by Arda Chandra

 Jimmy Jeffry : 5. Manuscript vs Oral Tradition?
Sepertinya anda kurang begitu concern dengan masalah Manuscript dan begitu mengandalkan oral tradition. Saya ulangi kembali pernyataan saya sebelumnya; "..Klaim keakuratan Quran berdasarkan pada oral tradition sepertinya hanya klaim semata tanpa bisa diverifikasi kebenarannya. Apakah ada bukti rekaman audio pada masa Muhammad, Abubakr sampai dengan Usman yang bisa jadi benchmark ketepatan pelafalan quran saat ini? Justru yang hanya bisa diverifikasi adalah data manuscript. Ibarat permainan telepon-telepon proses oral transmission yang berlangsung ratusan tahun bisa memungkinkan terjadi bias. Saat ini manuscript kuno Quran yang utama adalah Samarkand MSS yang tersimpan di Taskhen dan Topkapi MSS di Istambul? Apakah content manuscript ini sama dengan edisi standard mesir 1924 yang diklaim berbasis oral tradition?" 


Rasm (tulisan tangan), teks/alfabet memang merupakan produk budaya manusia, namun pelafalan kata-kata juga adalah produk budaya manusia. Teks memang "mengurung" bunyi atau mendokumentasikan bunyi, namun kalau teksnya berubah maka lafalnya bahkan artinya bisa berubah pula. Demikian pula perbedaan lafalan (reading) bisa menyebabkan perbedaan teks untuk dokumentasi bunyi dan bisa juga merubah maknanya. 

Abubkr, Umar & Usman melakukan kodifikasi quran menjadi satu mushaf tunggal, tentu menyadari dampak dari perbedaan pelafalan yang berpengaruh pada perbedaan makna. Lafal-lafal yang berbeda ini dituangkan dalam manuscript-manuscript demikian juga sebaliknya. Jika perbedaan pelafalan & manuscript ini tidak berdampak pada perbedaan makna, maka Usman tentu tidak perlu harus memerintahkan membakar manuscript-manuscript tsb. 

So.. pelafalan (reading) pada masa itu tidak bisa lepaskan dengan manuscript yang ada saat itu. Nah.. masalahnya di sini akurasi penulisan-penulisan teks Arabic pada masa itu sangatlah kurang, Ibn Khaldun (d. 809H/1406), penulis buku terkenal "muqaddima" vol 2 menuliskan tentang kekurang-akuratan orang-orang di sekeliling Muhammad dalam melakukan penulisan ayat-ayat Quran. 

"...Arabic writing at the beginning of Islam was, therefore, not of the best quality nor of the greatest accuracy and excellence. It was not (even) of medium quality, because the Arabs possessed the savage desert attitude and were not familiar with crafts. One may compare what happened to the orthography of the Qur’an on account of this situation. The men around Muhammad wrote the Qur’an in their own script which, was not of a firmly established, good quality. Most of the letters were in contradiction to the orthography required by persons versed in the craft of writing..." 

Selanjutnya Ibn Khaldun memberi contoh bagaimana kekeliruan yang terjadi antara pelafalan dan teksnya. 

"...The Qur’an contains many letters that are used differently than is usual in writing. There is, for instance, the addition of the y in bi-ayydin "with hands (power)"; the addition of the alif in la ‘adhbahannahU"I shall indeed slaughter him", and in wa-la’-’awda’U"and indeed they would walk swiftly"; the addition of the w in jazA’uw-z-zalimIna"the sinners’ reward"; and the omission of the alif in some places and not in others. Then, there are the t’s that are written in the Qur’an with the letter t, while they should be written with the h with two dots over it, and other things." 

Kita akan diskusikan lebih detail perbedaan Samarkand MSS & edisi Mesir 1924 (dianggap berbasis oral tradition) dalam diskusi berikutnya. 

6. Penghafal Seluruh Quran pada masa Muhammad? 

Dalam hadist edisi Inggrisnya tidak disebutkan bahwa keempat orang tersebut "menghafal quran" apalagi "seluruh ayat quran", melainkan Muhammad menyuruh "belajar" quran dari keempat orang tsb (Bukhari) atau dilaporkan Anas keempat orang itu "mengumpulkan" Quran. 

Narrated Masriq: Abdullah bin ‘Amr mentioned ‘Abdullah bin Masud and said, “I shall ever love that man, for I heard the Prophet saying, ‘Take (learn) the Qur'an from four: 'Abdullah bin Masud, Salim, Mu'adh and Ubai bin Ka'b.’” (Sahih al-Bukhari, Volume 6, Book 61, Number 521) 

Anas is reported to have said: Four persons collected the Qur'an during the lifetime of Allah’s Messenger and all of them were Ansar: Muadh Bin Jabal, Ubayy Bin Kab, Zaid Bin Thabit, Abu Zaid. Qatada said: Anas, who was Abu Zaid? He said: He was one of my uncles. (Sahih Muslim, Book 031, Number 6029) 

Jika keempat orang itu memang benar telah menghafal seluruh Quran, maka Zaid bin thabit tidak perlu repot mencari fragmen-fragmen quran yang tertulis atau dari para penghafal quran lainnya, cukup dari keempat orang tsb. Salah satu ayat yang ditemukan Zaid yaitu ayat terakhir dari surah At-Taubah yang dihafal oleh Abi Khuzaima, dan hanya Khuzaima yang tahu ayat tsb. ".. till I found the last Verse of Surat At-Tauba (Repentance) with Abi Khuzaima Al-Ansari, and I did not find it with anybody other than him". 

Ini bukti kuat bahwa klaim adanya empat orang yang menghafal seluruh quran pada masa Muhammad tidaklah kuat. 

7. Muhammad lupa beberapa ayat Quran. 

Anda menyatakan bahwa masalah Muhammad lupa beberapa ayat Quran hanya DUGAAN saya. Bahkan menyatakan hal itu TIDAK MUNGKIN karena Muhammad menurut anda tercatat selalu mengulang dan mengkatamkan bacaannya. Padahal saya hanya mengacu pada data dari hadist dan bukan sekedar "dugaan" saja. Kecuali anda menganggap hadist tsb adalah hadist dhaif. 

Berikut rincian lengkap hadist-hadist tentang Muhammad yang lupa ayat-ayat Quran. 

Narrated Aisha: The Prophet heard a man reciting the Qur'an in the mosque and said, "May Allah bestow His Mercy on him, as he has reminded me of such-and-such Verses of such a Surah." Bukhari 6:61:556. 
Narrated Hisham: (The same Hadith, adding): which I missed (modifying the Verses). Bukhari 6:61:557 

'A'isha reported that the Apostle of Allah (may peace be upon him) heard a person reciting the Qur'an at night. Upon this he said: May Allah show mercy to him; he has reminded me of such and such a verse which I had missed in such and such a surah. Muslim 4:1720 

'A'isha reported that the Apostle of Allah (may peace be upon him) listened to the recitation of the Qur'an by a man in the mosque. Thereupon he said: May Allah have mercy upon him; be reminded me of the verse which I had been made to forget. Muslim 4:1721 

Narrated Mu'awiyah ibn Khudayj: One day the Apostle of Allah (peace_be_upon_him) prayed and gave the salutation while a rak'ah of the prayer remained to be offered. A man went to him and said: You forgot to offer one rak'ah of prayer. ... . Abu Dawud 3:1018 

Narrated Imran ibn Husayn: The Prophet (peace_be_upon_him) led them in prayer and forgot something, so he made prostrations and uttered the tashahhud, then gave the salutation. Abu Dawud 3:1034 

Narrated Abdullah ibn Mas'ud: ... (Muhammad said) I am only a human being and I forget just as you do; so when I forget, remind me, ... Abu Dawud 3:1015 

Narrated 'Abdullah: ... (Muhammad said) I am a human being like you and liable to forget like you. So if I forget remind me ... Bukhari 1:8:394 

Kejadian lupanya Muhammad dengan ayat-ayat quran justru ada yang terjadi saat shalat di Masjid. Anda menyatakan "..Katakanlah dugaan anda benar, bahwa nabi Muhammad bisa saja lupa dengan ayat yang telah beliau sampaikan, maka ada puluhan orang lain yang telah meghapalkannya. Maka lupanya nabi Muhammad tersebut tidak berpengaruh terhadap keberadaan ayat-ayat Al-Qur'an". 

Point saya di sini sedangkan Muhammad yang adalah sumber informasi ayat-ayat quran untuk para sahabatnya bisa lupa, apalagi sahabatnya. Sebagaimana dengan posting sebelumnya tidak ada bukti kuat ada orang yang telah menghafal seluruhnya pada masa Muhammad. Maka saat Muhammad lupa sebuah ayat, kebetulan saja ada sahabatnya yang hafal dan mengingatkan, lalu bagaimana seandainya orang-orang yang menghafal ayat itu tidak bersama Muhammad? 

Arda Chandra : Saya lihat apa yang anda sampaikan merupakan 'penegasan kembali' terhadap kesulitan anda untuk memahami beberapa hal. dari ke-7 point yang anda sampaikan, saya melihat ada yang bisa dijawab sekaligus : 

1. Hapalan sebagai bagian penting dalam melanggengkan Al-Qur'an. 
2. Bahwa ketika Rasulullah wafat, Al-Qur'an sudah tersusun surat dan ayatnya sebagaimana saat ini. 
3. Rasulullah lupa ayat Al-Qur'an 
4. Mengenai perbedaan qiraah terkait perbedaan teks 
5. Soal Zaid mencari fragment manuskrip untuk melakukan kodifikasi. 

Jawabannya sebenarnya sudah saya sampaikan diatas tadi dengan data-data sejarah dan argumentasi logisnya. Kalau saya jawab lagi, nanti saya malah kembali mengulang apa yang sudah saya sampaikan, maka saya jawab secara ringkas saja dengan beberapa argumentasi dan data tambahan yang belum disampaikan. 

Soal point 1. hadits yang anda kutip tentang banyaknya sahabat yang gugur di Yamamah sebenarnya merupakan bukti bahwa hapalan memang merupakan hal yang mendasar dalam menentukan keberadaan Al-Qur'an. Mengapa Umar khawatir Al-Qur'an akan hilang dengan gugurnya para penghapal tersebut..? satu-satunya alasan logisnya adalah karena Al-Qur'an memang 'hidup' dalam hapalan. Anda mengutip hadistnya juga tidak lengkap, karena disitu ada jawaban Abu Bakar terkait usulan Umar : 

Abu Bakr mulai berkata," ‘Umar baru saja tiba menyampaikan pendapat ini, ‘Dalam pertempuran al-Yamama telah menelan korban begitu besar dari para penghafal Al­Qur'an (qurra'),4 dan kami khawatir hal yang serupa akan terjadi dalam peperangan lain. Sebagai akibat, kemungkinan sebagian Al-Qur'an akan musnah. Oleh karena itu, kami berpendapat agar dikeluarkan perintah pengumpulan semua Al-Qur'an." Abu Bakr menambahkan, "Saya kata­kan pada 'Umar, 'bagaimana mungkin kami melakukan satu tindakan yang Nabi Muhammad tidak pernah melakukan?' 'Umar menjawab, ‘Ini merupakan upaya terpuji terlepas dari segalanya dan ia tidak berhenti menjawab sikap keberatan kami sehingga Allah memberi kedamaian untuk melaksanakan dan pada akhirnya kami memiliki pendapat serupa." (Al-Bukhari, sahih, Jam'i Al-Qur'an, hadith, no. 4986; lihat juga Ibn Abi Dawud, al-Masahif) 

Kalaulah mushaf Al-Qur'an dianggap sebagai sesuatu yang penting, maka Abu Bakar tidak akan menjawab demikian. Ini menunjukkan bahwa pentingnya keberadaan mushaf memang pada awalnya merupakan pikiran dari Umar saja. Anda menyampaikan hadits : 

Zaid bin Tsabit berkata "Saat Nabi Muhammad wafat, Al-Qur'an masih belum dirangkum dalam satuan bentuk buku." (Ibn Hajar, Fathul Bari, ix: 12; Lihat juga al-Bukhari, Sahih, Jami' Al-Qur'an, hadith.4986).

Ini juga bukti bahwa kodifikasi Al-Qur'an dalam suatu mushaf juga bukan merupakan hal yang penting, karena logikanya kalau itu penting maka Rasulullah pasti orang yang pertama yang akan memerintahkan untuk dilakukan kodifikasi. 

Ketika Umar mengkhawatirkan Al-Qur'an bisa lenyap dengan banyaknya sahabat penghapal yang gugur, maka itu juga bukti bahwa seluruh ayat Al-Qur'an memang sudah dihapalkan baik secara individu maupun kolektif, sesuai ilustrasi yang saya sampaikan tentang 100 orang yang menghapal buku namun kelihatannya anda tolak. Kalaupun dituduhkan Al-Qur'an memang sudah lenyap sebagian dengan gugurnya para sahabat, saya juga sudah menyampaikan banyak nama diluar 4 orang yang seperti disebut oleh Anas bin Malik sebagai orang yang hapal Al-Qur'an. 

Perkataan Umar 'dan kami khawatir hal yang serupa akan terjadi dalam peperangan lain. Sebagai akibat, kemungkinan sebagian Al-Qur'an akan musnah ' menunjukkan bahwa lenyapnya ayat Al-Qur'an belum terjadi namun masih berada dalam kekhawatiran Umar, sekaligus bukti bahwa 'sisa' penghapal yang ada dianggap Umar bisa menyelamatkan ayat-ayat Al-Qur'an. 

Saya tidak mengerti mengapa anda begitu sulit menerima kenyataan bahwa ada orang-orang yang bisa menghapalkan Al-Qur'an seluruhnya karena sekarangpun anda bisa menemukan jutaan orang dari usia balita sampai kakek-kakek, dan orang-orang yang bukan Arab, bisa menghapalnya. Kalau yang anda permasalahkan adalah ketika Rasulullah wafat Al-Qur'an belum tersusun, maka silahkan anda mengamati kontes hapal Al-Qur'an yang ada di MTQ, cara mengujinya adalah : si penguji membaca ayat Al-Qur'an secara acak, lalu si penghapal diwajibkan meneruskan ayatnya, itu bukti bahwa Al-Qur'an bisa dihapal sekalipun tidak tersusun. 

Point 2 soal Al-Qur'an yang sudah tersusun lengkap 114 surat ketika Rasulullah wafat dibuktikan dengan adanya hadits yang menyebutkan beliau memerintahkan para sahabat untuk menempatkan ayat yang baru diterima pada posisi tertentu. Juga sudah saya sampaikan data bahwa para sahabat bisa mengetahui posisi ayat dan surat ketika mendengar orang membaca Al-Qur'an. 

Soal kelengkapan semua ayat, ada beberapa riwayat yang menyebutkan soal ayat terakhir yang diterima Rasulullah : 

http://www.konsultasisyariah.com/ayat-yang-terakhir-turun/ 

Terdapat beberapa versi tentang ayat yang mana, namun apapun versinya menunjukkan bahwa ayat terakhir memang ada. Artinya ketika Rasulullah wafat, Al-Qur'an memang sudah diturunkan lengkap, tidak ada lagi tambahannya. 

Soal manuskrip yang menentukan susunan surat dan ayat, sudah saya sampaikan argumentasi bahwa orang juga bisa menghapal Al-Qur'an lengkap dengan susunannya tanpa perlu adanya manuskrip. 

Video tentang anak yang hapal Al-Qur'an juga merupakan bukti visual tentang susunan Al-Qur'an. Si anak membaca ayat Al-Qur'an sesuai susunan yang dibunyikan bapaknya, tidak ada teks/rasm berperan disitu. Hadits menyatakan bahwa Rasulullah tercatat menyusun ayat dan surat, lalu apa anehnya kalau beliau juga membunyikan ayat dan surat tersebut sesuai susunan yang sudah ditetapkan, lalu para sahabat meniru dan menghapal sesuai susunan yang dibacakan..? 

Point ke-3 Rasulullah lupa ayat Al-Qur'an, lalu anda membuat asumsi : "Point saya di sini sedangkan Muhammad yang adalah sumber informasi ayat-ayat quran untuk para sahabatnya bisa lupa, apalagi sahabatnya". 

Sekalipun hadist tersebut bertentangan dengan ayat Al-Qur'an : 

Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa, (Al-A'laa: 6) 

Katakanlah hadits tersebut benar, maka narasinya menunjukkan saat itu nabi Muhammad lupa sedangkan orang lain ingat, lalu beliau kembali teringat dengan ayat tersebut. Artinya secara kolektif Al-Qur'an ada dalam ingatan, yang satu lupa yang lain ingat, lalu dibacakan secara terbuka, lalu yang lupa ingat kembali. Ayat Al-Qur'an hanya bisa hilang kalau ada 'gerakan lupa berjamaah' terhadap suatu ayat. 

Point ke-4 soal pebedaan qiraah terkait dengan teks. Anda mengabaikan informasi penting yang sudah saya berikan bahwa untuk setiap tempat disebarkannya mushaf Usmani, dia mengirim qari/pembaca Al-Qur'an. Kalau Usman beranggapan mushaf sudah cukup untuk menyelesaikan persoalan qiraah, lalu buat apa dia harus mengirimkan qari mendampinginya..?? Ini hanya terjadi kalau dia beranggapan qiraah hanya bisa ditransmisikan melalui bunyi. Faktanya memang mushaf Usmani tidak mematikan atau menyeragamkan macam-macam qiraah yang diakui karena merupakan tuntunan dari Rasulullah juga dan masih bisa ditemukan sampai sekarang. 

Perlu anda ketahui bahwa persoalan qiraah yang timbul dijaman Usman bukan soal banyaknya qiraah, tapi tentang munculnya qiraah 'liar' yang tidak diajarkan oleh Rasulullah. Perbedaan qiraah memang sudah ada sejak awal dan itu diakui dan diterima oleh Islam : 

Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khattab ra, dia berkata: pada masa hidup Rasululah Saw, aku mendengarkan Hisyam bin Hakim membaca surah Al-Furqaan. Ketika aku memperhatikan bacaannya, ternyata dia membaca surah tersebut dengan bermacam-macam jenis bacaan yang tidak pernah dibacakan kepadaku oleh Rasulullah Saw. Aku hampir saja menerkamnya ketika dia sedang solat, namun aku sabarkan hingga dia mengucapkan salam, barulah aku jerat lehernya denga kain selendangnya, kemudian aku bertanya kepadanya, "Siapa yang mengajarkan bacaan Al-Quran seperti yang telah kamu baca tadi?" Hisyam bin Hakim menjawab, "Bacaan tersebut dibacakan kepadaku oleh Rasulullah Saw". Kata Umar ra, "Kau berdusta, karena Rasulullah Saw telah membacakan surah Al-Furqaan kepadaku berbeda dengan apa yang kamu baca". Maka aku membawa Hisyam bin Hakim menemui Rasulullah Saw, kemudian aku katakan, "Ya Rasulullah, aku mendengar orang ini membaca surah Al-Furqan dengan jenis bacaan yang tidak pernah anda bacakan kepadaku". Rasulullah Saw bersabda kepada Umar ra, "Lepaskan dia. Coba baca, hai Hisyam". Maka Hisyam membacakan surah Al-Furqan kepada Rasulullah Saw dengan model bacaan yang aku dengar sebelumnya, kemudian Rasulullah Saw bersabda, "Seperti itulah Al-Quran diturunkan". Berikutnya Rasulullah Saw bersabda kepada Umar, "Bacalah hai Umar". Maka aku (Umar) membacakan surah Al-Furqaan kepada Rasulullah Saw, kemudian Rasulullah Saw bersabda, "Seperti itulah Al-Quran diturunkan. Sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf (tujuh jenis bacaan), maka bacalah Al-Quran dengan bacaan yang mudah bagimu".(Bukhari 4992) 

Hadits riwayat Abu darda soal bacaan Ibnu Mas'ud bukan soal perbedaan teks yang mengakibatkan qiraah yang berbeda, tapi soal perbedaan qiraah dan baik bacaan Ibnu Mas'ud maupun Abu Darda diterima dalam qiraah yang diakui. Apakah perbedan tersebut memunculkan perbedaan arti..? tentu saja, namun masalahnya apakah itu merupakan bacaan yang diakui berasal dari Rasulullah atau tidak. 

Pendapat Ibnu Khaldun yang anda kutip terfokus kepada cara penulisan, namun sekaligus menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun mengetahui penulisan tersebut salah karena dia menunjukkan mana yang benarnya. Lalu darimana Ibnu Khaldun mengetahui bacaan yang benar kalau dia hanya membandingkan satu tulisan dengan tulisan yang lain..? Ini hanya bisa terjadi kalau dia mengetahui dari transmisi bunyi yang dia diajarkan oleh gurunya. Ini artinya pedoman bacaan Al-Qur'an selalu berdasarkan bunyi, bukan teks. 

Point ke-5 soal Zaid mengumpulkan fragment manuskrip sudah saya jelaskan, bahwa itu dilakukan karena memang salah satu persyaratan agar ayat masuk dalam mushaf Usmani harus ada sumber tertulisnya disamping berdasarkan hapalan, sudah saya sampaikan kronologisnya dengan lengkap. Kasus 2 ayat terakhir surat Bara'ah (At taubah) justru menunjukkan kalau Zaid mengetahui ayat tersebut ada karena dia mengatakan 'pernah mendengarnya dibacakan Rasulullah ketika shalat', namun karena syaratnya harus ada bukti tulisannya, maka dia mencarinya terlebih dahulu, setelah ketemu ada tangan Khuzaimah, barulah ayat tersebut disalin dalam mushaf. Soal alasan Usman membakar fragmentasi sumber sudah saya jelaskan panjang lebar, tidak perlu saya ulang lagi.. 

Jimmy Jeffry : Pak Arda berkaitan dengan 7 tema yang saya ajukan, masing-masing kita telah menyajikan argumentasi masing-masing, sehingga tidak perlu diulangi lagi. Namun sebelum lanjut ke tema-tema berikutnya, saya identifikasi ada satu point mendasar dari ketujuh tema tsb yaitu eksistensi penghafalan quran pada masa Muhammad. 

Anda berasumsi bahwa pada masa Muhammad seluruh ayat-ayat Quran telah dihafal oleh para sahabat Muhammad selain itu ada juga yang tertulis. Bahkan jumlah surahnya telah diketahui. Dengan dasar berpikir ini anda tentu menganggap fakta kematian para penghafal quran dalam perang Yamama tidak mengurangi keutuhan Quran. Karena menurut anda kematian beberapa orang, toh masih ada penghafal-penghapal lain yang masih hidup dan hafalan-hafalan ini lebih penting dari mushaf sebagaimana yang disusun oleh Zaid atas perintah Abubakr. 

Namun saya challenge asumsi ini degan menyajikan beberapa point berikut ini: 

- Tidak ada data orangorang yang telah menghafal seluruh ayat-ayat Quran pada masa Muhammad. Rujukan anda pada Abdullah bin Masud, Salim, Mu'adh dan Ubai bin Ka'b tidak menunjukan bukti yang kuat mereka telah menghafal seluruh quran. 

- Tidak ada perintah dari Muhammad untuk mengumpulkan "hafalan-hafalan" itu dan direkam/dihafal kembali seluruhnya oleh orang-orang tertentu. Namun yang terjadi dibiarkan hafalan-hafalan itu tersebar pada tiap penghafal quran. Ini sekaligus menjawab point anda tentang mengapa Muhammad tidak menyuruh melakukan kodifikasi quran dalam satu mushaf. 

- Umar khawatir kematian para penghafal quran pada perang Yamama. Jika hafalan-hafalan quran pada para penghafal yang mati itu juga telah dihafal oleh yang lain yang masih hidup, maka Umar pasti tahu akan hal itu dan dia tidak perlu khawatir atas kematian tsb. 

- Zaid bin Thabit mengumpulkan ayat-ayat quran tidak hanya dari para penghafal Quran tetapi juga dari fragmen tertulis. Jika seluruh quran telah dihafal seluruhnya oleh beberapa orang maka Zaid tidak perlu mencari tulisan-tulisan tsb. Kalau dianggap bahwa tulisan-tuilsan itu hanya sebagai pelengkap saja, maka seharusnya ada keterangan hal ini dalam proses pengumpulan Quran oleh Zaid. Karena tidak ada, maka ada ayatayat quran yang hanya ditemukan kembali oleh Zaid melalui fragmen tulisan dan ini membuktikan tidak semua ayat-ayat quran pada masa Muhammad masih dihafal sesudah wafatnya Muhammad. 

Arda Chandra : Point 1 dan 2 menurut saya bertabrakan : kalau tidak ada penghapal Al-Qur'an secara keseluruhan dengan susunan yang telah ditetapkan oleh nabi Muhammad maka tindakan logis beliau seharusnya justru akan melakukan kodifikasi Al-Qur'an dalam sebuah mushaf. Justru karena sudah ada orang-orang yang menghapal dan mengetahui susunan Al-Qur'an tersebut maka Rasulullah tidak perlu memerintahkan untuk melakukan kodifikasi. 

Point 3, kekhawatiran Umar merupakan hal yang belum terjadi karena beliau mengatakan 'khawatir hal yang serupa akan terjadi pada peperangan yang lain'. Disini jelas Umar melakukan prediksi KALAU pada peperangan berikut para penghapal Al-Qur'an juga meninggal dan belum sempat mengajaran hapalannya kepada generasi berikut maka dikhawatirkan ayat-ayat Al-Qur'an akan lenyap bersama kepergian para penghapal tersebut. Ini justru merupakan bukti bahwa Umar tahu bahwa dari para penghapal 'yang tersisa' Al-Qur'an masih bisa dituangkan kedalam mushaf, sebab kalau tidak maka bukan seperti itu permintaan beliau kepada khalifah Abu Bakar. 

Point 4. Memang ada keterangan bahwa kriteria yang ditetapkan Zaid agar suatu ayat dimasukan dalam mushaf harus memenuhi 2 syarat : (1) ada bukti tertulis (2) Dihapal para sahabat : 

"Abu Bakr mengatakan pada 'Umardan Zaid, "Duduklah di depan pintu gerbang Masjid Nabawi. Jika ada orang membawa (memberi tahu) anda tentang sepotong ayat dari Kitab Allah dengan dua orang saksi, maka tulislah." (Ibn Abi Dawud, al-Mashafi, hlm. 6. Lihat juga Ibn Hajar, Farhul Bari, ix: 14.) 

Ibnu Hajar memberi komentar tentang perintah Abu Bakar ini : 

Sepertinya apa yang dimaksud dengan dua saksi berkaitan erat dengan hafalan yang diperkuat dengan bukti tertulis. Atau, dua orang memberi kesaksian bahwa ayat Qur'an telah ditulis di hadapan Nabi Muhammad. Atau, berarti agar mereka memberi kesaksian bahwa ini merupakan salah satu bentuk yang mana Qur'an diwahyukan. Tujuannya adalah agar menerima sesuatu yang telah ditulis di hadapan Nabi Muhammad bukan semata-mata berlandaskan pada hafalan seseorang saja. (Ibn Hajar, Fathul Bari, ix: 14-15) 

Tidak ada fakta yang menyatakan 'maka ada ayat-ayat quran yang hanya ditemukan kembali oleh Zaid melalui fragmen tulisan dan ini membuktikan tidak semua ayat-ayat quran pada masa Muhammad masih dihafal sesudah wafatnya Muhammad'. Yang terjadi justru sebaliknya merujuk kepada 2 ayat terakhir dalam surat Al-Azhab (Bara'ah). Saya kutip lagi pernyataan Zaid : 

Kharijah bin Zaid bin Thabit meriwayatkan dari bapaknya Zaid bin Thabit, " ketika kami menulis Mushaf, saya tidak menemukan satu ayat (no. 23 dari surah al-Ahzab) YANG SELALU SAYA DENGAR DARI BACAAN RASULULLAH SAW. Kami mencarinya sehingga kami dapatkan dari Khuzaimah bin Thabit al-.Ansari, lalu kami masukkan ke dalam surah yang tepat dalam Mushaf." (al-Bukhari. Sahih, Hadith no. 4988) 

Ketika Zaid belum menemukan fragment tulisan 2 ayat tersebut, dia sudah tahu ayat tersebut ada MELALUI HAPALAN karena dia MENDENGAR BACAAN RASULULLAH SAW. Justru karena Zaid HAPAL dengan ayat tersebut makanya dia mencari fragment tulisannya, dan ditemukan ada ditangan Khuzaimah. 

Setelah khalifah Usman berkuasa, berikutnya dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Lalu apa alasan logisnya sehingga Ali tidak mengkoreksi mushaf Usmani kalau memang ada kesalahan..?? Sebaiknya jangan membayangkan kekuasaan khalifah Rasyidin dijaman itu sama dengan kekuasaan Saddam Husein atau Hitler atau Pak Harto, apalagi terkait dengan kebenaran soal kitab suci, dimana mereka masih merasakan dan mengalami kontak langsung dengan Rasulullah.. 

Saat ini saja kita bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana sikap umat Islam terhadap kesakralan Al-Qur'an, apalagi dijaman dahulu..

Sumber

Untuk lanjutannya silahkan klik ke link di bawah ini:
 

Diskusi Arda Chandra dan Jimmy Jeffry; Sejarah Kodifikasi Al-Qur'an (Bagian 4) 

Diskusi Arda Chandra dan Jimmy Jeffry; Sejarah Kodifikasi Al-Qur'an (Bagian 5)

Garrick Wirawan

Blog ini bukan untuk berdebat, tapi blog ini adalah dokumentasi bantahan atas fitnah-fitnah salibis terhadap ISLAM yang Di dokumentasi dari berbagai sumber

Labels

Online

Online

Translate

flagcounter

free counters