Tuesday, September 17, 2013
Informasi dari Garrick Wirawan
Sumber
”Tuhan itu siapa dan seperti apa sih ,
Ma? Tuhan kita siapa? Apa bedanya Tuhan dengan Allah?”
Pertanyaan kritis
itu meluncur begitu saja dari mulut seorang bocah berusia enam tahun,
Aria Desti Kristiana.
Semua
pertanyaan bocah perempuan ini hanya dijawab dengan satu kalimat,
”Tuhan itu yang kita sembah,” ujar sang bunda seraya menunjuk kepada
sesosok patung laki-laki di kayu salib yang berada di altar gereja.
Tentu saja, jawaban mamanya itu membuat
gadis cilik ini tak puas. Bukannya berhenti dengan jawaban itu, malah
sebaliknya ia semakin berusaha mencari jawaban yang bisa mengantarkannya
pada kebenaran hakikat Tuhan sebagai pencipta.
Bahkan, semakin banyak pertanyaan yang
muncul dalam benaknya. ”Katanya Tuhan itu yang menciptakan kita. Lalu,
bagaimana sebuah patung yang tidak bisa bergerak dan disalib bisa
menciptakan semua yang ada di dunia ini,” ujar Desti sapaan akrabnya
yang kini berusia 18 tahun saat ditemui Republika akhir pekan lalu di
Jakarta.
Pertanyaan lainnya yang kerap muncul
dalam benaknya adalah ”Mengapa Tuhan yang mesti disembah harus disalib?
Kenapa Tuhan harus dirupakan dalam sebuah patung? Bukankah patung itu
tidak memberi manfaat?” Pertanyaan ini tak kunjung mendapat jawaban yang
memuaskan dirinya.
Meski dilahirkan dan dibesarkan di tengah
lingkungan keluarga pemeluk Kristiani yang taat, untuk urusan
pendidikan, kedua orang tua Desti tak pernah mengarahkan gadis kelahiran
Jakarta, 9 Desember 1991 ini ke sekolah khusus pemeluk Kristen. Oleh
kedua orang tuanya, Desti justru disekolahkan di taman kanak-kanak (TK)
dan sekolah dasar (SD) umum.
Ketika bersekolah inilah untuk pertama
kalinya Desti bersentuhan dengan agama Islam. ”Karena aku bersekolah di
sekolah umum, jadi pendidikan agama yang diperoleh justru pelajaran
agama Islam. Itu aku dapatkan pada saat di TK dan SD,” paparnya.
Saat duduk di bangku TK, kata dia, oleh
gurunya ia sudah dibiasakan untuk mengucapkan kata Bismillah sebelum
makan. Begitu juga, dalam menyebut nama Tuhan dengan sebutan Allah SWT.
Dari sini, mulai muncul kebingungan dalam dirinya mengenai konsep ajaran
agama dan ketuhanan yang ia anut selama ini. ”Saat itu, aku bingung
kenapa beda sekali antara ajaran agama saya (dulu) dengan yang diajarkan
oleh guru di TK,” ungkapnya.
Menurut Desti, kedua orang tuanya
menganut agama Kristen, namun berasal dari beberapa aliran. Ada yang
Pantekosta, Kharismatik (ibu), Katholik (nenek), dan Protestan (bapak).
Perbedaan ini semakin membuatnya bingung. Apalagi, ketika ia mendapatkan
pendidikan agama Islam di TK dan SD, yang hanya fokus menyebut Tuhan
dengan sebutan Allah SWT.
Karena itu, ia makin tertarik dengan
ajaran agama yang diajarkan oleh guru di sekolahnya. Ketika duduk di
bangku SD, ia mulai mempelajari lebih jauh mengenai ajaran Islam. Tidak
hanya di sekolah, keinginan untuk mempelajari ajaran Islam juga ia
lakukan dengan cara mengikuti pengajian di daerah tempat tinggalnya.
Berikrar syahadat
Suatu ketika, salah seorang guru
mengajinya bertanya kepada Desti, apa benar ia ingin ikut mengaji.
Pertanyaan tersebut dijawabnya dengan satu kata, ”Ya.” Kemudian, oleh
sang guru, Desti dan teman-temannya diminta untuk melafalkan dua kalimat
syahadat. Peristiwa tersebut terjadi saat ia baru menginjak bangku
kelas satu SD. Dan, sejak saat itulah anak pertama dari dua bersaudara
ini berkomitmen untuk meninggalkan semua ajaran agama lamanya, Kristen
Pantekosta, untuk kemudian menjalankan ajaran Islam.
”Memang prosesnya tidak seperti orang
Kristen lainnya yang masuk Islam. Karena, bisa dibilang baca kalimat
syahadatnya tidak secara resmi,” ungkapnya. Dari situ, kemudian ia mulai
belajar mengenai cara shalat dengan mengikuti gerakan teman-temannya.
Tidak hanya shalat, ia juga mulai belajar untuk berpuasa ketika sudah
duduk di bangku kelas 3 SD.
Kendati sudah memeluk Islam, setiap akhir
pekan, Desti tetap datang ke gereja dan mengikuti kegiatan sekolah
minggu. Hal tersebut, kata dia, karena adanya paksaan dari kedua orang
tuanya. Tidak hanya memaksa dia untuk ikut kebaktian di gereja, tetapi
kedua orang tuanya juga kerap memarahi serta melarang dirinya untuk
melaksanakan shalat dan pergi mengaji ke masjid. Sikap kedua orang
tuanya ini hanya bisa ia tanggapi dengan cara menangis.
”Tetapi, untuk urusan puasa,
alhamdulillah mereka mau ngebangunin aku untuk sahur. Dan, kebetulan
nenekku yang beragama Kristen Katolik kadang menjalankan puasa setiap
Senin dan Kamis,” tambah Desti.Baru ketika ia naik ke jenjang kelas 5
SD, kedua orang tuanya mulai bisa menerima keislamannya. Kedua orang
tuanya tidak pernah lagi memaksanya untuk pergi ke gereja setiap akhir
pekan serta tidak lagi melarang dirinya untuk melaksanakan shalat dan
mengaji.
Meski demikian, pertentangan masih kerap
mewarnai hubungan Desti dengan kedua orang tuanya. Pertentangan
tersebut, menurutnya, muncul manakala dirinya melakukan suatu
kesalahan.”Misalnya, kalau saya berbuat kesalahan, mereka selalu
menyinggung-nyinggung soal agama Islam. Karena saya tipe orang yang
tidak mau menerima begitu saja dan watak yang keras, saya katakan ke
mereka apa bedanya pada saat saya ketika masih memeluk agama yang lama,”
sindirnya.
Tak hanya dari orang tuanya, menurut
Desti, pertentangan serupa juga kerap ia dapatkan dari pihak keluarganya
yang lain, seperti nenek, paman, bibi, dan saudara sepupunya. Kendati
demikian, ia tetap menjaga hubungan kekeluargaan dengan sanak saudaranya
ini. ”Pada saat Natal, aku tetap ikut ngumpul . Tapi, tidak ikut
mengucapkan.”
Namun, ia bersyukur karena masih memiliki
seorang adik perempuan, Friday Veronica Florencia, yang bersama-sama
dengannya memutuskan untuk memeluk agama Islam di usia kanak-kanak. Di
samping juga, teman-teman sepermainannya yang kebanyakan beragama Islam.
Beasiswa gereja
Keinginan orang tuanya untuk
mengembalikannya ke agama yang lama, masih terus dilakukan hingga Desti
memasuki jenjang SMA. Pada saat ia memutuskan untuk mengenakan jilbab
ketika duduk di bangku kelas satu SMA, sang bunda meresponsnya dengan
mengatakan bahwa jilbab itu tidak penting dan diwajibkan.
Begitu juga, ketika selepas lulus SMA, ia
memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke Universitas Negeri Jakarta
(UNJ) Jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Saat mau melanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi, ia ditawari beasiswa dari gereja oleh kedua orang
tuanya. Tawaran beasiswa tersebut kemudian ia tolak. ”Beasiswanya ini
bukan hanya untuk jenjang S1, tetapi sampai ke jenjang apa pun yang saya
mau. Namun, dengan syarat saya harus mau mengabdi di gereja itu,”
ungkapnya.
Untuk memperkokoh keimanan dan
memperdalam pengetahuannya tentang Islam, Desti aktif dalam kegiatan
Rohis (Rohani Islam–Red) yang ada di lingkungan tempat ia bersekolah.
”Alhamdulillah semua rintangan tersebut bisa dilalui dengan baik,” ujar
mahasiswi semester dua Jurusan Bahasa dan Sastra Arab ini.
Kini, di usianya yang ke-18, Desti merasa
menjadi orang yang paling beruntung. Walaupun dijuluki sebagai anak
‘hilang’ oleh keluarga, Desti merasakan kebahagiaan yang tiada tara
karena Allah SWT sudah memberikan hidayah kepadanya hingga hari ini
untuk menjalankan semua itu.
Meski mengakui kadang kala masih suka
lalai dalam melaksanakan kewajiban shalat lima waktu, ia berharap ke
depannya bisa menjalankan semua perintah Allah SWT dengan
sebaik-baiknya. Ia juga berharap kelak hidayah yang ia dan sang adik
peroleh juga akan didapatkan oleh kedua orang tuanya.”Saya ingin sekali
mereka bisa melihat mana jalan yang benar dan mana yang salah. Karena
menurut saya, saat ini mereka bukan berada di jalan yang benar,”
ujarnya. dia
Biodata:
Nama : Aria Desti Kristiana
TTL : Jakarta, 9 Desember 1991
Masuk Islam : Sejak Kelas 1 SD (Tahun 1997)
TTL : Jakarta, 9 Desember 1991
Masuk Islam : Sejak Kelas 1 SD (Tahun 1997)
Aktivitas :
- Kuliah pada Jurusan Bahasa & Sastra Arab di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) semester II
- Aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan
- Kuliah pada Jurusan Bahasa & Sastra Arab di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) semester II
- Aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan
Redaktur:
STMIK AMIKOM
STMIK AMIKOM
Sumber
Labels:Kisah Mualaf
Garrick Wirawan
Blog ini bukan untuk berdebat, tapi blog ini adalah dokumentasi bantahan atas fitnah-fitnah salibis terhadap ISLAM yang Di dokumentasi dari berbagai sumber
Facebook Garrick
Labels
- Hot News (11)
- Informasi (107)
- Kisah Mualaf (32)
- Menjawab Fitnah (46)
Online
Online
Translate
My Blog List
Blog Archive
-
▼
2013
(164)
-
▼
September
(115)
-
▼
Sep 17
(31)
- Menjawab tuduhan Soal Allah Berkuasa Menyesatkan M...
- Keluarga Keturunan Tionghoa di Indonesia Kian Terb...
- Mantan Pendeta : Dr Yahya Yopie Waloni Mendapat Hi...
- Muhammad Syafii Antonio,MSc Masuk Islam, Saya Diku...
- Bernard Nababan mantan Pendeta : Ragu pada isi Alk...
- Irene Handono: Menyaksikan ‘Film’ Dirinya Saat Mas...
- Yeanny Suryadi, Mengenal Islam dari Balik Pagar
- Aria Desti Kristiana, Kenapa Tuhan Harus Disalib?
- Rebecca Reijman: Masuk Islam Setelah Mendengar Aya...
- Lidya Pratiwi, Jadi Mu’allaf Setelah Mimpi Ka’bah
- Natalie Sarah: Hidayat Al Fatihah
- Jamilah Kolocotronis, Berusaha Murtadkan Muslim, A...
- Thomas Webber: Masuk Islam Ketika Islam Dituduh Ag...
- Islam di Swedia: Minat Masyarakat Terhadap Islam S...
- Maraknya Siswa Bule Masuk Islam di Sekolah Inggris
- Kisah Nyata: Ketegaran Bara’ah, Gadis Cilik Pengha...
- Rabbi Israel Stress, Banyak Remaja Yahudi Masuk Islam
- Anton Medan : Menemukan Hidayah Di Penjara
- Yudi Mulyana Mantan Pendeta Militan Cirebon
- Dian Sastrowardoyo : Dari hatiku sendiri
- Robin Padilla (Aktor Filipina) : Dari Dunia Gemerl...
- El Manik : Banyak Umat Islam Perlu Di Islamkan Lagi
- Kisah Mualaf Yang Membuat Para Muslim Menjadi Malu
- Cindy Claudia Harahap Hidayah Dari Bulan dan Bintang
- Balada Muhammad Mu'min Mencari Tuhan
- Koko liem Sang Pengembara
- Markus Sang Muallaf Sejak Kecil Sering ke Mesjid
- Thufail al Ghifari Mengenal Islam Melalui Musik Un...
- Papah, Mamah, Rio Tunggu di Pintu Surga
- Islam,menjawab berbagai pertanyaan dan ketidakpast...
- Apakah Nabi Muhammad saw sunat?
-
▼
Sep 17
(31)
-
▼
September
(115)