Tuesday, September 17, 2013
Informasi dari Garrick Wirawan
Di salah satu rumah kos, pintunya tampak
masih tertutup rapat. Di tempat inilah, Yahya Yopie Waloni (36), bersama
istrinya, Lusiana (33) dan tiga orang anaknya tinggal sementara.
Yahya
bersama istrinya memeluk Islam secara sah pada hari Rabu, 11 Oktober
2006 pukul 12.00 Wita melalui tuntunan Komarudin Sofa, sekretaris
Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Tolitoli.
Hari itulah Yahya dengan tulus mengucapkan dua kalimat syahadat.
Setelah memeluk Islam, nama Yahya Yopie
Waloni diganti dengan Muhammad Yahya dan istrinya Lusiana diganti dengan
Mutmainnah. Begitupun ketiga anaknya. Putri tertuanya Silvana (8 tahun)
diganti dengan nama Nur Hidayah, Sarah (7 tahun) menjadi Siti Sarah,
dan putra bungsunya Zakaria (4 tahun) tetap menggunakan nama itu.
MANTAN PENDETA
Mohammad Yahya sebelum memeluk Islam, pernah menjabat ketua Sekolah Tinggi Theologia Calvinis di Sorong tahun 2000-2004. Saat itu juga ia sebagai pendeta dengan status sebagai pelayan umum dan terdaftar pada Badan Pengelola Am Sinode GKI di Tanah Papua, Wilayah VI Sorong-Kaimana. Ia menetap di Sorong sejak tahun 1997. Tahun 2004 ia kemudian pindah ke Balikpapan. Di sana ia menjadi dosen di Universitas Balikpapan (Uniba) sampai tahun 2006.
Mohammad Yahya sebelum memeluk Islam, pernah menjabat ketua Sekolah Tinggi Theologia Calvinis di Sorong tahun 2000-2004. Saat itu juga ia sebagai pendeta dengan status sebagai pelayan umum dan terdaftar pada Badan Pengelola Am Sinode GKI di Tanah Papua, Wilayah VI Sorong-Kaimana. Ia menetap di Sorong sejak tahun 1997. Tahun 2004 ia kemudian pindah ke Balikpapan. Di sana ia menjadi dosen di Universitas Balikpapan (Uniba) sampai tahun 2006.
Yahya menginjakkan kaki di kota Cengkeh,
Tolitoli, tanggal 16 Agustus 2006. Hari pertama Yahya pindah di Jalan
Bangau itu, orang-orang berdatangan sambil membawa sumbangan. Ada yang
menyumbang belanga, kompor, kasur, televisi, Alquran, gorden, dan kursi.
Mereka bersimpati karena Yahya sekeluarga
saat pindah dari tempat tinggal pertamanya hanya pakaian di badan.
Rumah yang mereka tempati sebelumnya di Tanah Abang, Kelurahan Panasakan
adalah fasilitas yang diperoleh atas bantuan gereja. Sehingga, barang
yang bukan miliknya ia tanggalkan semuanya.
Penataan interior rumah kos Yahya tampak
apik. Di dinding ruang tamu tampak terpampang kaligrafi Ayat Kursi yang
dibingkai dengan warna keemasan. Di sisi lain, kaligrafi Allah-Muhammad
juga terpampang. Di meja ruang tamu terdapat dua buah Alquran lengkap
terjemahannya. Di tengah meja itu, juga masih ada tiga toples kue
lebaran.
“Rumah ini saya kontrak sementara. Saya
sudah bayar Rp 2,5 juta,” rinci Yahya. Pria kelahiran Manado tahun 1970
ini mengaku sudah bisa melafalkan beberapa ayat setelah beberapa kali
diajarkan mengaji oleh Komarudin Sofa.
Selain Komarudin, selama ini ia juga
mendapat bimbingan dari ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tolitoli,
Yusuf Yamani. “Hanya lima menit saya diajarkan, saya langsung paham.
Surat Fatihah saya sudah hafal,” ujar Yahya.
KETEMU PENJUAL IKAN
Pak Yahya, begitu sapaan akrabnya, sosok pria yang lahir dari kalangan terdidik dan disiplin. Ayahnya seorang pensiunan tentara. Sekarang menjabat anggota DPRD di salah satu kabupaten baru di Sulawesi Utara. Sebagai putra bungsu dari tujuh bersaudara, Yahya saat bujang termasuk salah seorang generasi yang nakal.
Pak Yahya, begitu sapaan akrabnya, sosok pria yang lahir dari kalangan terdidik dan disiplin. Ayahnya seorang pensiunan tentara. Sekarang menjabat anggota DPRD di salah satu kabupaten baru di Sulawesi Utara. Sebagai putra bungsu dari tujuh bersaudara, Yahya saat bujang termasuk salah seorang generasi yang nakal.
“Saya tidak perlu cerita masa lalu saya.
Yang pasti saya juga dulu pernah nakal,” tukasnya. Lantaran kenakalannya
itulah, mungkin, beberapa bagian badannya terdapat bekas tato. Di
lengannya terdapat bekas luka setrika untuk menghilangkan tatonya.
“Ini dulu bekas tato. Tapi semua sudah
saya setrika,” katanya sambil menunjuk bekas-bekas tatonya itu. Sebelum
menyatakan dirinya masuk Islam, beberapa hari sebelumnya Yahya mengaku
sempat bertemu dengan seorang penjual ikan, di rumah lamanya, kompleks
Tanah Abang, Kelurahan Panasakan, Tolitoli.
Pertemuannya dengan si penjual ikan
berlangsung tiga kali berturut-turut. Dan anehnya lagi, jam pertemuannya
dengan si penjual ikan itu, tidak pernah meleset dari pukul 09.45 Wita.
“Kepada saya, si penjual ikan itu mengaku
namanya Sappo (dalam bahasa Bugis artinya sepupu). Dia juga panggil
saya Sappo. Tapi dia baik sekali dengan saya,” cerita Yahya.
Setiap kali ketemu dengan si penjual ikan
itu, Yahya mengaku berdialog panjang soal Islam. Tapi Yahya mengaku
aneh, karena si penjual ikan yang mengaku tidak lulus Sekolah Dasar (SD)
tetapi begitu mahir dalam menceritakan soal Islam. Pertemuan ketiga
kalinya, lanjut Yahya, si penjual ikan itu sudah tampak lelah.
“Karena saya lihat sudah lelah, saya
bilang, buka puasa saja. Tapi si penjual ikan itu tetap ngotot tidak mau
buka puasanya,” cerita Yahya.
MIMPI ANEH
Sampai saat ini Yahya mengaku tidak pernah lagi bertemu dengan penjual ikan itu. Si penjual ikan mengaku dari Dusun Doyan, Desa Sandana (salah satu desa di sebelah utara kota Tolitoli). Meski sudah beberapa orang yang mencarinya hingga ke Doyan, dengan ciri-ciri yang dijelaskan Yahya, tapi si penjual ikan itu tetap tidak ditemukan.
Sampai saat ini Yahya mengaku tidak pernah lagi bertemu dengan penjual ikan itu. Si penjual ikan mengaku dari Dusun Doyan, Desa Sandana (salah satu desa di sebelah utara kota Tolitoli). Meski sudah beberapa orang yang mencarinya hingga ke Doyan, dengan ciri-ciri yang dijelaskan Yahya, tapi si penjual ikan itu tetap tidak ditemukan.
Sejak pertemuannya dengan si penjual ikan
itulah katanya, konflik internal keluarga Yahya dengan istrinya
meruncing. Istrinya, Lusiana (sekarang Mutmainnah, red) tetap ngotot
untuk tidak memeluk Islam. Ia tetap bertahan pada agama yang dianut
sebelumnya. “Malah saya dianggap sudah gila,” katanya.
Tidak lama setelah itu, kata Yahya,
tepatnya 17 Ramadan 1427 Hijriah atau tanggal 10 Oktober sekitar pukul
23.00 Wita. Ia antara sadar dengan tidak mengaku mimpi bertemu dengan
seseorang yang berpakaian serba putih, duduk di atas kursi. Sementara
Yahya di lantai dengan posisi duduk bersila dan berhadap-hadapan dengan
seseorang yang berpakaian serba putih itu. “Saya dialog dengan bapak
itu. Namanya, katanya Lailatulkadar,” ujar Yahya mengisahkan.
Setelah dari itu, Yahya kemudian berada
di satu tempat yang dia sendiri tidak pernah melihat tempat itu
sebelumnya. Di tempat itulah, Yahya menengadah ke atas dan melihat ada
pintu buka-tutup. Tidak lama berselang, dua perempuan masuk ke dalam.
Perempuan yang pertama masuk, tanpa hambatan apa-apa. Namun perempuan
yang kedua, tersengat api panas.
“Setelah saya sadar dari mimpi itu,
seluruh badan saya, mulai dari ujung kaki sampai kepala berkeringat.
Saya seperti orang yang kena malaria. Saya sudah minum obat, tapi tidak
ada perubahan. Tetap saja begitu,” cerita Yahya.
Sekitar dua jam dari peristiwa itu, di
sebelah kamar, dia mendengar suara tangisan. Orang itu menangis terus
seperti layaknya anak kecil. Yahya yang masih dalam kondisi
panas-dingin, menghampiri suara tangisan itu. Ternyata, yang menangis
itu adalah istrinya, Lusiana.
“Saya kaget. Kenapa istri saya tiba-tiba
menangis. Saya tanya kenapa menangis. Dia tidak menjawab, malah langsung
memeluk saya,” tutur Yahya.
Ternyata tangisan istri Yahya itu
mengandung arti yang luar biasa. Ia menangis karena mimpi yang
diceritakan suaminya kepadanya, sama dengan apa yang dimimpikan
Mutmainnah.
“Tadinya saya sudah hampir cerai dengan
istri, karena dia tetap bertahan pada agama yang ia anut. Tapi karena
mimpi itulah, malah akhirnya istri saya yang mengajak,” tandasnya.
Alhamdulillah, sekarang kita semua bias bersatu dan seiman.
(tabloidnurani/swaramuslim)
Klik disini jika ingin melihat video Yahya Yopie Waloni, tentang program Kristenisasi.
Labels:Kisah Mualaf
Garrick Wirawan
Blog ini bukan untuk berdebat, tapi blog ini adalah dokumentasi bantahan atas fitnah-fitnah salibis terhadap ISLAM yang Di dokumentasi dari berbagai sumber
Facebook Garrick
Labels
- Hot News (11)
- Informasi (107)
- Kisah Mualaf (32)
- Menjawab Fitnah (46)
Online
Online
Translate
My Blog List
Blog Archive
-
▼
2013
(164)
-
▼
September
(115)
-
▼
Sep 17
(31)
- Menjawab tuduhan Soal Allah Berkuasa Menyesatkan M...
- Keluarga Keturunan Tionghoa di Indonesia Kian Terb...
- Mantan Pendeta : Dr Yahya Yopie Waloni Mendapat Hi...
- Muhammad Syafii Antonio,MSc Masuk Islam, Saya Diku...
- Bernard Nababan mantan Pendeta : Ragu pada isi Alk...
- Irene Handono: Menyaksikan ‘Film’ Dirinya Saat Mas...
- Yeanny Suryadi, Mengenal Islam dari Balik Pagar
- Aria Desti Kristiana, Kenapa Tuhan Harus Disalib?
- Rebecca Reijman: Masuk Islam Setelah Mendengar Aya...
- Lidya Pratiwi, Jadi Mu’allaf Setelah Mimpi Ka’bah
- Natalie Sarah: Hidayat Al Fatihah
- Jamilah Kolocotronis, Berusaha Murtadkan Muslim, A...
- Thomas Webber: Masuk Islam Ketika Islam Dituduh Ag...
- Islam di Swedia: Minat Masyarakat Terhadap Islam S...
- Maraknya Siswa Bule Masuk Islam di Sekolah Inggris
- Kisah Nyata: Ketegaran Bara’ah, Gadis Cilik Pengha...
- Rabbi Israel Stress, Banyak Remaja Yahudi Masuk Islam
- Anton Medan : Menemukan Hidayah Di Penjara
- Yudi Mulyana Mantan Pendeta Militan Cirebon
- Dian Sastrowardoyo : Dari hatiku sendiri
- Robin Padilla (Aktor Filipina) : Dari Dunia Gemerl...
- El Manik : Banyak Umat Islam Perlu Di Islamkan Lagi
- Kisah Mualaf Yang Membuat Para Muslim Menjadi Malu
- Cindy Claudia Harahap Hidayah Dari Bulan dan Bintang
- Balada Muhammad Mu'min Mencari Tuhan
- Koko liem Sang Pengembara
- Markus Sang Muallaf Sejak Kecil Sering ke Mesjid
- Thufail al Ghifari Mengenal Islam Melalui Musik Un...
- Papah, Mamah, Rio Tunggu di Pintu Surga
- Islam,menjawab berbagai pertanyaan dan ketidakpast...
- Apakah Nabi Muhammad saw sunat?
-
▼
Sep 17
(31)
-
▼
September
(115)